Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengamat Kritisi Peluang Danantara Masuk ke Merger GoTo-Grab

Pengamat menyoroti kabar keterlibatan Danantara Indonesia dalam rencana merger antara dua raksasa teknologi GOTO dan Grab
Pengemudi ojek online melintas di kawasan Mampang Prapartan, Jakarta, Rabu (18/3/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha
Pengemudi ojek online melintas di kawasan Mampang Prapartan, Jakarta, Rabu (18/3/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat menyoroti kabar keterlibatan BPI Danantara Indonesia dalam rencana merger antara dua raksasa teknologi, PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO) dan Grab Holdings Ltd. (Grab). 

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menyampaikan kekhawatirannya terhadap potensi kerusakan struktur persaingan usaha di industri transportasi daring jika Danantara Indonesia masuk sebagai pemegang saham dalam entitas merger GoTo-Grab.

“Saya khawatir masuknya Danantara dalam perundingan GoTo-Grab akan lebih merusak persaingan di industri transportasi online,” kata Huda saat dihubungi Bisnis pada Senin (9/6/2025). 

Huda mengatakan rencana merger GoTo-Grab saja sudah mengkhawatirkan persaingan usaha, apalagi jika Danantara masuk sebagai operator. Menurutnya, keberadaan Danantara sebagai bagian dari entitas hasil merger bisa memicu konflik kepentingan karena posisinya sebagai perpanjangan tangan negara. 

Huda menilai bahwa hal tersebut berpotensi menciptakan distorsi regulasi dan mengikis prinsip persaingan usaha yang sehat.

“Sebagai regulator dan sebagian minoritas ‘operator’ tentu akan mengikis persaingan usaha,” katanya.

Huda juga menyoroti dampak psikologis terhadap pelaku usaha lain, terutama pemain baru atau lokal, yang akan merasa enggan untuk masuk atau bersaing di pasar. Dia bahkan mempertanyakan motif di balik manuver tersebut. 

Huda menilai langkah itu bisa jadi upaya untuk menghindari jeratan hukum dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

“Apakah ini langkah untuk keluar dari potensi jeratan KPPU? Saya rasa masalahnya bukan asing atau lokal, mereka sama-sama swasta. Jika merger mengundang sempritan dari KPPU, ya keduanya harus mematuhi aturan. Bukan menggandeng Danantara untuk mereduksi isu asing dan lokal,” kata Huda.

Lebih lanjut, dia juga meragukan dampak positif dari kehadiran Danantara dalam merger tersebut. Huda mengingatkan bahwa keterlibatan negara dalam industri digital yang belum terbukti menimbulkan kerugian sosial atau fiskal justru bisa menjadi bumerang. Ia menyebut keterlibatan ini akan merugikan berbagai pihak, mulai dari pelaku usaha lokal, UMKM, hingga konsumen.

Dalam jangka panjang, lanjut Huda, posisi dominan hasil merger akan menyulitkan konsumen dan driver untuk mencari alternatif layanan. Menurut dia, kontrol harga akan sepenuhnya di tangan platform. 

Hal tersebut pun menurutnya merugikan konsumen dan driver dalam jangka menengah dan panjang. 

“Ada potensi untuk terjadinya predatory pricing dan menimbulkan potensi terjadi monopoli,” tutupnya.

Di sisi lain, Managing Director Investment Danantara Indonesia, Stefanus Ade Hadiwidjaja mengatakan belum ada pembicaraan resmi terkait hal tersebut.

“Saat ini belum ada pembicaraan terkait hal tersebut,” kata Stefanus Ade saat dikonfirmasi pada Senin (9/6/2025). 

Pada prinsipnya, lanjut dia, Danantara Indonesia selalu terbuka terhadap peluang investasi yang sejalan dengan mandat untuk memperkuat sektor strategis dan meningkatkan nilai tambah bagi perekonomian nasional. 

Stefanus Ade menambahkan setiap keputusan investasi dilakukan secara selektif, melalui kajian yang menyeluruh, dengan menerapkan prinsip manajemen risiko yang baik. 

“Serta mempertimbangkan potensi imbal hasil yang berkelanjutan bagi negara,” kata Stefanus.

Sebelumnya, Reuters melaporkan bahwa Danantara sedang dalam pembicaraan awal dengan GoTo untuk membeli saham minoritas di perusahaan hasil merger dengan Grab.

Di sisi lain, mengutip Bloomberg, pembicaraan Grab dan GoTo sudah memiliki kemajuan dalam kesepakatan struktur penggabungan. Namun, kecepatan pembicaraan melambat karena kekhawatiran akan tuntutan regulasi yang mungkin muncul. 

Bulan lalu, Grab dikabarkan menargetkan kesepakatan bisa tercapai pada kuartal kedua dan dapat menilai GoTo sekitar US$7 miliar.

Sebelumnya, Grab tengah berupaya mencapai kesepakatan untuk mengambil alih GOTO pada kuartal II/2025. Hal ini dikatakan oleh dua sumber yang mengetahui hal tersebut. 

Sementara itu, beberapa laporan lain bahkan menyatakan Grab tengah berupaya mengumpulkan dana tunai sebesar US$2 miliar untuk mendanai akuisisi GoTo.  

Kendati begitu, pihak GOTO untuk kesekian kalinya telah membantah isu penggabungan dua entitas tersebut. Manajemen GOTO menyampaikan belum ada kesepakatan atau keputusan apa pun yang diterima perseroan.  

Corporate Secretary GOTO RA Koesoemohadiani mengatakan pihaknya mengetahui adanya spekulasi di beberapa media dan rumor yang bergulir kembali mengenai adanya rencana transaksi antara GOTO dengan Grab.  "Perseroan hendak memberikan klarifikasi bahwa dari waktu ke waktu Grup menerima penawaran-penawaran dari berbagai pihak," kata dia, Kamis (8/5/2025).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper