Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkap penyebab harga rata-rata beras di tingkat eceran melambung, di tengah melimpahnya stok beras yang mencapai 4 juta ton.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan rata-rata beras di penggilingan dibanderol Rp12.733 per kilogram pada Mei 2025, turun tipis 0,01% secara bulanan (month-to-month/mtm) dari sebelumnya di level Rp12.734 per kilogram.
Di sisi lain, harga rata-rata beras di tingkat eceran justru naik 0,2% mtm dari Rp14.754 per kilogram pada April 2025 menjadi Rp14.784 per kilogram pada Mei 2025.
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan harga berasyang naik di tingkat eceran lantaran adanya permainan harga dari mafia. Pasalnya, ada selisih harga antara di tingkat penggilingan dengan eceran senilai Rp2.000 per kilogram pada Mei 2025.
Padahal, Amran menjelaskan bahwa semestinya jika harga beras di tingkat penggilingan alias petani turun, maka harga beras di tingkat eceran juga mengalami hal yang sama.
“BPS mengatakan [harga rata-rata beras di tingkat penggilingan turun Mei 2025], artinya apa? Ada middle man yang mempermainkan [harga beras di tingkat eceran], inilah terkadang kita sebut mafia,” kata Amran dalam konferensi pers di Kantor Kementan, Jakarta, Selasa (3/6/2025).
Baca Juga
Berdasarkan kalkulasi Amran, para mafia bisa mengantongi Rp3 juta per hektare untuk memindahkan beras dari sentra produksi ke Jakarta. Sementara itu, petani hanya mendapatkan Rp1 juta—Rp1,5 juta per bulan secara bersih.
“Jangan mempermainkan, kita setengah mati ini berproduksi, kita setengah mati bantu petani. Tahu nggak, uangnya petani? Petani mendapatkan per bulan 1 keluarga itu hanya Rp1 juta—Rp1,5 juta per bulan, kerja banting tulang di lapangan selama 3 bulan—4 bulan bekerja keras, terus dipermainkan [oleh mafia],” tuturnya.
Di sisi lain, Amran menyebut bahwa stok beras di Tjipinang menipis sehingga harganya melambung di pasar. Namun, jika menengok data stok beras food station Tjipinang dalam lima tahun terakhir (2020–2025), stok beras di sana berada dalam posisi stabil di atas 30.000 ton per hari.
Adapun saat ditelusuri, Amran membongkar ada kejanggalan yang terjadi pada 28 Mei 2025, yakni stok awal beras food station Tjipinang mencapai 55.853 ton. Penelusuran ini melibatkan Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri.
Data tersebut menunjukkan beras yang masuk ke Tjipinang adalah 2.108 ton, sedangkan beras yang keluar tembus 11.410 ton dalam satu hari. Ini artinya, ada selisih 9.302 ton beras.
“Ini dimainkan. Kalau stok kita tidak banyak apa yang terjadi? Pasti minta impor kan, benar nggak? Apa mau minta impor dengan kondisi kita [ada] stok 4 juta ton [beras]? [Merek minta] dikeluarkan SPHP, apa jawabannya? Untuk di-blending dicampur dengan beras lokal, baru dijual mahal,” tandasnya.