Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Defisit Transaksi Berjalan AS Pecah Rekor karena Lonjakan Impor Sebelum Tarif Trump Berlaku

Defisit transaksi berjalan AS pecah rekor menjadi US$450,2 miliar atau 6% terhadap PDB, akibat pengusaha menggenjot impor demi menghindari tarif Trump.
Gedung Capitol di Washington, DC, Amerika Serikat. / Reuters-Daniel Cole
Gedung Capitol di Washington, DC, Amerika Serikat. / Reuters-Daniel Cole

Bisnis.com, JAKARTA — Defisit transaksi berjalan Amerika Serikat mencatatkan rekor tertinggi pada kuartal I/2025, seiring dengan lonjakan impor yang dilakukan pelaku usaha untuk menghindari tarif tinggi Presiden Donald Trump terhadap barang-barang impor.

Berdasarkan laporan Biro Analisis Ekonomi Departemen Perdagangan AS yang dikutip dari Reuters pada Rabu (25/6/2025), defisit transaksi berjalan—yang mencakup arus barang, jasa, dan investasi lintas negara—melonjak US$138,2 miliar atau 44,3% menjadi US$450,2 miliar. 

Angka tersebut menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah. Sementara itu, data kuartal IV/2024 direvisi naik menjadi US$312,0 miliar dari sebelumnya US$303,9 miliar.

Konsensus ekonom yang disurvei Reuters sebelumnya memperkirakan defisit akan melebar menjadi US$443,3 miliar.

Defisit itu kini setara dengan 6,0% terhadap produk domestik bruto (PDB) AS, naik dari 4,2% pada kuartal sebelumnya dan menjadi yang tertinggi sejak kuartal III/2006 ketika rasio defisit mencapai 6,3%.

Para ekonom memperingatkan pelebaran defisit transaksi berjalan, ditambah defisit anggaran pemerintah federal yang membengkak, dapat menjadi risiko jangka panjang terhadap nilai tukar dolar AS. Tarif impor Trump yang agresif juga mulai mengikis status dolar sebagai aset safe haven.

Secara terperinci, impor barang melonjak US$158,2 miliar ke rekor US$1 triliun, dipicu oleh pembelian emas nonmoneter serta barang konsumsi, terutama produk medis, gigi, dan farmasi. 

Sementara itu, impor jasa turun US$1,8 miliar menjadi US$217,8 miliar akibat penurunan biaya penggunaan kekayaan intelektual seperti lisensi hasil riset dan pengembangan.

Selanjutnya, ekspor barang meningkat US$21,1 miliar menjadi US$539,0 miliar—tertinggi sejak kuartal III/2022—didukung oleh ekspor barang modal seperti pesawat sipil serta aksesori dan suku cadang komputer. Namun, ekspor jasa menurun US$4,4 miliar menjadi US$293,2 miliar akibat penurunan pengiriman jasa pemerintah (seperti militer) serta perjalanan pribadi dan jasa konsultan manajemen profesional.

Defisit neraca perdagangan barang sendiri melebar menjadi rekor US$466,0 miliar dari US$328,9 miliar pada kuartal sebelumnya. Meski demikian, lonjakan impor telah mulai mereda. Pemerintah mencatat impor barang anjlok 19,9% secara bulanan pada April menjadi US$277,9 miliar—terbesar dalam sejarah.

Dari sisi pendapatan primer, penerimaan turun US$22,9 miliar menjadi US$355,1 miliar, sementara pembayaran juga turun US$13,7 miliar menjadi US$362,7 miliar. Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh berkurangnya pendapatan dari investasi langsung.

Adapun penerimaan pendapatan sekunder naik US$2,3 miliar menjadi US$49,6 miliar didorong oleh penerimaan dari denda dan penalti. Di sisi lain, pembayaran pendapatan sekunder turun US$8,4 miliar menjadi US$101,5 miliar akibat berkurangnya transfer pemerintah ke luar negeri.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Reuters
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper